SANG KAPTEN

SANG KAPTEN

Sidik Purnomo

Aku sempatkan berkunjung ke rumah temanku yang sudah beberapa waktu pensiun. Kebetulan masih hafal betul jalan kerumahnya. Dari arah Jombang ke Pare lurus, nanti jika sampai di kota Pare ada perempatan yang bertuliskan  Man 4 belok kekiri kearah Krecek, lurus notok belok kanan kira-kira seratus meter pas ada  pertigaan yang ditengahnya ada drum bekas belok kekiri lagi,  kira-kira empat ratus meter kita sampai pada rumah dengan gapura yang sangat besar, saya katakan gapuranya sangat besar karena besar gapuranya tidak sebanding dengan besar rumahnya itulah tempat tinggal beliau.

“ Abah Wonten Bu?” aku bertanya pada  istri seniorku yang sedang menyapu teras.

“Dipun tenggo Pak Sidik, Bapak tasik wonten wingking!” Istri seniorku mempersilakan diriku sambil menuju ke bagian rumah yang paling belakang.

Sambil menunggu sang Kapten julukan yang biasa dipakai Pak Haris Almarhum  untuk menggantikan nama beliau, Pak Haris jarang sekali menyebutkan namanya,  selalu memanggilnya dengan sapaan “ Halo Kapten. “  Aku amati rumah sang Kapten tidak ada yang berubah meskipun purna tugas sudah hampir tujuh tahun. Di halaman sebelah kiri ada beberapa pohon sawo, sedang dihalaman sebelah kanan selain pohon sawo ada nangka dan sirsat.

“Saking nggriyo mawon Pak Sidik, nopo bade ten pundi?” Sapa Pak Kapten kepadaku, tampak diwajahnya masih tampak basah ada bekas-bekas air wudhu.

“Saking nggriyo Bah, bade ten Surowono pados ikan hias, kemutan njenengan terus mampir.”

“Kadose sering nggih ten Surowono?”

“Inggih Bah niki yang ketiga, yang pertama dua bulan yang lalu, dua puluh ikan koi mati sedoyo, ingkang kedua satu bulan yang lalu lima belas ikan tinggal dua, ini rencananya yang ketiga.”

“Biasane yang ketiga baru berhasil pak Sidik, karena bau semen pada kolam telah hilang, disamping itu kolam sudah mulai ditumbui lumut, sehingga ikan tidak stress. Hampir semua orang yang memelihara ikan hias seperti itu, kecuali dia mau belajar pada pengalaman orang lain.” Jelas Pak Kapten dengan tenang.

“Biasanya saat menabur ikan pertama kali  semangat sangat tinggi, bentuk kolam sangat bagus dibelikan ikan bagus dan mahal akhirnya mati semua, semangatnya tinggal 50 %, kemudian dibelikan lagi ikan yang tidak begitu mahal karena takut ikannya mati ternyata mati juga semangatnya tinggal 25 %, semangat tinggal 25% ini kalau dia terus,  kemungkinan berhasil 75 %, kalau dia terus maka berhasilah dia, kalau dia berhenti ya cuthel, cukup sampai disini.” Kapten menjelaskan sambil tersenyum.

“Leres Bah kok ngertos nopo nate ngalami?” Tanyaku mengapa sepertinya beliau sudah hapal yang dialami peternak pemula.

“Mboten, cumak roto-roto critane tiyang sing ternak seperti itu.  Jaman sekarang orang tidak harus mengalami sendiri tapi dapat belajar dari pengalaman orang lain yang telah berhasil, kalau semua harus mengalami sendiri kerugian yang ditanggung akan sangat besar, monggo tehnya di minum.” Jelas Kapten sambil mempersiapkan aku minum.

“Sampeyan ngingu koi iku sampean gawe usaha opo, sekedar seneng mawon?” lanjut Pak Kapten

“Namung seneng mawon Bah.” Jawabku.

“Hati-hati pak Sidik wong nek nyenengi podo-podo makluke Gusti Alloh iku iso dadi budake sing disenengi opo sing dicintai. Dan Alloh paling tidak suka jika ada makluk menghamba pada makluk lain karena seharusnya sebagai orang beriman kita ini adalah makluk yang mulia yang hanya pantas menghamba kepada Alloh SWT. Pak Kapten melanjutkan dengan semangat. Kados dijelassaken wonten surat Attaubah ayat 24 Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan NYA”. dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” Aku hanya terdiam mendengarkan penjelasan Pak Kapten.

”Mboten kok Bah namung Hoby, kersane eling menawi Gusti Alloh niku nggih nyiptaaken ulam.” Jawabku sambil tersenyum.

Kami berdua terdiam masing-masing larut dalam perasaanya sendiri. Sementara lamunanku melayang pada teman-teman yang sudah pensiun, Abah Suwardi, Abah Sulas, Ibu Wilujeng, Bu Wied, Bu Setyo Utami, Bapak Mulyono, Bapak Joko, Bapak Bahtiar, Bapak Heru Purwito, dan Banyak lagi teman-teman yang lain.  Aku teringat pesan-pesan yang beliau sampaikan ketika masih bersamaku.

”Ingat Pak Sidik, Jabatan itu adalah kehormatan jagalah amanah dengan baik, dan jangan menyalah gunakan jabatan agar kehormatan Panjenengan tidak hilang.” Itu sebagian pitutur yang masih saya ingat dari ibunda Widiastutik ketika aku dipercaya sebagai waka Kesiswaan.

”Management yang baik itu seperti air, mengalir tiada terasa, menyejukkan dan memberi kehidupan.” Itu yang disampaikan bapak Mulyono kepadaku.

”Jika menjumpai batu karang yang bandel bagaimana Pak Mul.” Aku mencoba mendebat.

”Tsunami, karena dibalik kelembutannya air juga memiliki kekuatan yang sangat besar.” Lanjutnya sambil tersenyum.

”Jangan memaksa membeli mobil jika belum siap, karena bisa jadi nanti sampean untuk beli bensin saja merasa eman, sehingga mobil sampaian akan banyak nganggur, sementara pajaknya akan terus dibayar.” Pesan Pak Heru Purwito.

“ Ingatlah Pak Sidik di jelaskan dalam surat Yasin ayat 12. Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh). Sampean mengajar di SMA Negeri Bandarkedungmulyo bisa sepuluh tahun sampai dua puluh lima tahun jangan sampai tidak ada bekas-bekas kebaikan yang dicatat malaikat selama sampean disini. Kalau itu sampai terjadi bagaimana sampean mempertanggung jawabkan waktu selama itu dihadapan Alloh SWT.” Pesan bapak Heru Purwito diwaktu dan tempat yang berbeda.

“Em.” Pak Kapten sedang bersin dan sambil menutup hidungnya. Sekali gus menyadarkan diriku yang sedang nglamun.

“Bah ngapunten kadose sampun siang bade nyuwun pamit, saderengipun kulo nyuwun tulung panjenengan tuturi kersane angsal ilmu sing manfaat.”

“Tutur nopo to Pak Sidik njenengan lak nggih pun pinter wong nggih pun biasa Qutbah.” Pak  Kapten berusaha menggelak.

“Mboten Bah niki mboten masalah dalil utawi lintunipun tapi niki masalah pengalaman urip, njenengan langkung pengalaman dibanding kulo. Ngapunten kulo mboten purun mantuk sak derenge dituturi.”

Pak Kapten terdiam sambil menghela napas dalam-dalam.

”Ngaten Pak Sidik  Njenengan ini mengajar, jadi Panitia di Sekolah mungkin sangat lama, Njenengan niati sing tenanan karena Alloh kersane ingkang panjenengan kerjakan dados amal jariyah, mboten namung angsal ndonyane mawon tapi nggih akherate. Rugi Pak Sidik menawi namung angsal ndoyane mawon akherate mboten angsal nopo-nopo.” aku terdiam.

”Berarti setiap melaksanakan tugas kedah maos Bismillahirohmanirrohim nggih Bah?” lanjutku.

”Lahire mekaten, tapi wonten Indikator-indikator tertentu sing saget damel ngukur secara pribadi. Namanya tugas kan ada yang ada imbalan besar ada yang sedikit, bahkan mungkin tidak ada imbalannya. Jika njenengan namung mau untuk tugas-tugas yang ada imbalan besar mowan, kados panitia semesteran, pendaftaran siswa baru, sementara aras-arasen ketika diutus nunggu kemah mergo imbalane sedikit, utawi mboten purun dados panitia Qurban mergo mboten wonten imbalane, mboten purun ngimami sholat Dhuhur anak-anak mergo rikuh kalih konco-konco guru lan gak onok imbalane, bahaya pak Sidik niku. Kuwatire sampean namung angsal ndonyane akhirate mboten angsal nopo-nopo.” Penjelasan beliau sambil menghela napas dalam.

”Harusnya kados pundi Bah?” Aku bingung pengetrapannya dilapangan.

”Harusnya sampean tidak boleh menolak pekerjaan, pekerjaan apa saja dikerjakan kering, mamel, basah semuanya sama, jika di dunia mendapat imbalan sedikit jangan mengeluh, iklaslah mudah-mudahan mendapatkan imbalan yang baik  di akhirat.  Sukur-sukur jika kepanitiaan dibagi selama satu tahun sehingga semua dapat bagian dengan porsi yang sama. Tidak ada unsur senang atau tidak senang jadi semuanya merasa memiliki ” lanjut Pak Kapten tampak semangat.

”Matursuwun Bah, Insya Alloh pituture manfaat kangge kulo sing penting intine ojo sampek pekerjaan yang kita lakukan hanya mendapatkan balasan didunia saja, yang baik adalah kita mendapatkan imbalan didunia dan Akhirat.” Kataku sambil berdiri untuk berpamitan.

”Assalamu’alaikum.”

”Wa alaikum salam.”

Sambil berangkat menuju penjual ikan Ko’i aku ingat-ingat apa pesan dari Pak Kapten, mudah-mudahan memberikan manfaat bagiku dan Siswa disekolahku.

Gondangmanis  7 Maret 2024