SETANGKAI BUNGA KAMBOJA

SETANGKAI BUNGA KAMBOJA

( Ayah )

Kupandangi makammu tampak beberapa bunga sudah mulai berubah warna, tetes-tetes hujan yang mengguyur pusara tadi malam tidak bisa membuat kembali bunga menjadi segar kembali.

Terbayang dimataku ketika kita masih bersama-sama, setiap langkahmu ketika belajar berjalan masih bisa kau rasakan, setiap katamu ketika engkau belajar bicara masih terdengar ditelinga Ayah,  Ayah masih ingat ketika teman-teman guru di SMA Ayah yang dulu bertanya “arek endi iki?”  Engkau yang masih belajar bicara menjawab “aek peak” ( Arek Perak ), sehingga teman-teman guru masih sering bertanya aek peak kabare piye.

Wajahmu yang sangat tampan dengan kulit putih dan postur tubuh agak gemuk menyebabkan banyak orang yang sangat suka mengajakmu kemana saja, dan biasanya engkau pulang membawa es krim atau minuman ringan bersoda sehingga Ayah sering nyetuk . “ Wah iki preman cilik nek ngene.” Hal itu yang menyebabkan postur tubuhmu semakin besar.

Engkau pernah bermain sterika listrik yang dalam kondisi tertancap Ayah diamkan saja, engkau pakai sterika itu untuk mobil-mobilan kemudian engkau berteriak menangis panas-panas, baru saat itu Ayah mendekat dan mengatakan itu loh panas, panas itu seperti itu dan bisa membuat kulit terbakar. Sejak saat itu engkau sudah paham jika Ayah atau Ibu bilang panas.

Banyak peristiwa yang kita lalui selama tiga puluh tahun kita bersama, maafkan Ayah jika kadang terlulu egois, sehingga tidak begitu memperhatikan keinginanmu, hal ini karena Ayah terlalu optimis akan kemampuanmu, bagaimana tidak engkau ketika TK sudah pandai membaca, meskipun masuk TK baru berumur 3,5 tahun, engkau memiliki danem SD dengan nilai matematika sempurna nilai 10, dan nilai rata-rata diatas 9 sehingga memiliki danem tertinggi sekecamatan membuat Ayah memberi target engkau diluar kemauanmu.

Engkau tidak berani bertanya kepada Ayah sehingga keluhanmu engkau tulis  di buku harian, “Kenapa hanya saya yang harus mengisi buku yang ada centangnya, hari ini sholat subuh (V ),  luhur (V), hari ini mengaji ( V ) padahal teman sekelasku tidak ada satupun yang memakai buku itu. Kenapa semua temanku SD masuk SMP sedang aku masuk Tsanawiyah sendiri Apakah aku berbeda?” Itu yang dibaca ayah ketika tidak sengaja melihat buku harianmu.

Maafkan Ayah jika sering mengeluh karena engkau lebih banyak mengurusi komunitasmu. “ Ada seorang kakek yah kondisinya miskin hari ini giliran saya mengantarkan jatah makan kakek yang ada di Kemloko Legi. Saya buat warung murah Yah di sebelah perempatan lampu merah kertosono, harga perporsi makan apa saja tiga ribu rupiah tidak boleh dibawah pulang, sasarannya para tukang becak dan asongan, hari ini agak salah target karena yang makan banyak bapak-bapak yang naik sepeda goes, padahal mereka mampu. Hari ini ada pengobatan gratis Dokternya dari Singapura  dilaksanakan di dua tempat yang satu di Pojok Klitik yang satu di Tembarak Gg2. Ada kegiatan satu bulan di Gunung Semeru karena disana banyak anak-anak yang mengalami trauma hiling, bayangkan yah mosok anak-anak menunya disamakan dengan orang dewasa, seharusnya menu untuk anak-anak itu sop, sosis, es Cream.”  Itu penjelasan yang sering engkau katakan jika Ayah bertanya kenapa keluar rumah lagi.

Engkau yang tidak pernah sama sekali mengeluh sakit, mungkin kata sakit tidak ada didalam memorimu sehingga Ayah tidak dapat mempridiksi keadaanmu yang sebenarnya. Kau pernah bilang sakit waktu engkau masih kecil harus di infus lewat kaki dan kakimu bengkak. Ayah baru merasakan betapa sakitnya ketika Ayah harus opnam karena radang empedu dan harus di infus lewat kaki. Ketika dirumah sakitpun engkau tidak pernah bilang sakit, bilang sakit hanya saat ajal menjemput…. Sakit sekali Buu… saya tidak kuat. Itulah rasa sakit kedua yang engkau katakan.

Sehari sebelum engkau pergi pun Ayah masih bergaurau dengan menciumu. Ayah katakan kepadamu “Sesungguhnya Ayah sangat sayang kepadamu, Ayah tidak perduli apa pekerjaanmu karena bagi Ayah yang penting sholatmu dikerjakan dengan benar dan tidak pernah terlupakan, Ayah ridho dengan kamu, sehingga ketika sakit engkau tetap menjalankan sholat lima waktu dengan tertib, mudah-mudahan engkau meninggal dalam keadaan Husnul Khotimah meninggal dalam keadaan akhir yang baik.

Perasaan rindu yang ada pada Ayah dan Ibumu demikian besar, untuk memperkecil perasaan itu Ayah dan Ibu setiap hari berkunjung pe pusaramu, sambil mengumandangkan do’a Ayah yakin Alloh pasti mengabulkan Do’a setiap hambanya “ Ud’ uunii astajib lakum  Berdoalah kepadaku niscaya  Aku perkenankan bagimu.

Aku bersimpuh diatas pusara dan berdo’a “ Yaa Alloh saya serahkan kembali anakku kepadaMu, sesunggunya semua milikMu diriku yang bodoh ini hanya engkau titipi maafkan diriku jika memang tidak pantas untuk terus bersamanya, engkaulah pemilik dan berkuasa atas segala sesuatu. Yaa Ghaffaar ampuni dosanya, maafkan kesalahannya sesungguhnya engkau maha penerima taubat. Yaa Rahman-Yaa Rakhim terimalah amalnya sesungguhnya engkau sebaik-baik penerima amal. Yaa  Dzul Jalaali WalIkraam tempatkanlah dia ditempat terbaik disisimu, jadikanlah kuburnya adalah bagian dari taman-taman syurga,  ya Alloh sesungguhnya engkau maha pemilik kebesaran. Yaa ‘Aziiz, Yaa Jabbar, Yaa Mutakabbir tolonglah dia dalam menghadapi pengadilanmu, tolonglah dia dalam melewati shiratal mustaqim, tolonglah dia saat kehausan di padang mahsyar sesungguhnya Engkau maha perkasa,sesungguhnya engkau yang memiliki kegagahan, sesungguhnya engkau yang memiliki kebesaran, Yaa Alloh yang maha mengabulkan do’a kabulkanlah Do’a kami. Aaaamiin.”

Yaa anakku sekarang engkau sudah bersama Alloh SWT Tuhan yang selama ini engkau sembah, pencipta langit dan bumi raja dari segala raja, mudah-mudahan engkau disambut oleh bidadari syurga yang pada saat di bumi sulit engkau dapatkan. Do’a Ayah, Ibu dan Saudaramu senantiasa menyertaimu…. selamat jalan anakku. Kami semua yang ada di bumi ini pasti akan menyusulmu. Tak terasa setangkai bunga kamboja jatuh pada pangkuan kami kami Husnudzan kepada Alloh SWT bahwah ini jawaban dari Do’a-doaku….

Tanpa nama

Junuari 2023

Cerpen cerpen pilihan :