CITA CITAKU JADI SOPIR

CITA-CITAKU  MENJADI SUPIR

Sidik Purnomo

Sudah dua hari ini aku tidak sekolah, meskipun jarak rumahku dengan sekolah hanya duaratus meter, ibuku terus saja memarahiku, agar suaranya tidak terlalu keras kedua telingaku aku tutub dengan bantal, meskipun demikian sayup-sayup masih terdengar suaranya “ laa iyo lee, sekolah karek wolulas ulan ae kok aras-arasen mlebu, kate dadi opo sampean, dijak dadi wong sing rodok mulyo titik ae gak gelem karepmu piye?” ibuku berkata sambil menangis.

Aku diam saja karena tidak mungkin aku akan ramai dengan ibukku, padahal sudah saya beritahukan kepada ibuku aku pengin jadi supir, cita-cita yang aneh dan juga sangat sederhana, bagaimana tidak disaat teman-temanku semangat untuk melanjutkan ke perguruan tinggi aku malah tidak tertarik sama sekali. Saya lihat laporan siswa  dua tingkat diatasku di perpustakaansumberilmu.com banyak yang diterima di perguruan tinggi negeri, bahkan lebih dari limapuluh orang. Ada yang diterima di UI, ITS, Unair, Jember, Trunojoyo dan masih banyak lagi yang diterima di berbagai jurusan Poltek.

Perlu diketahui dulu sebelum meninggal ayahku adalah seorang supir, biasanya ayahku mengantarkan jeruk dari pasar jeruk Perak dibawah ke Jakarta, kemudian jika dari Jakarta mengangkut ATM untuk dibawah ke berbagai kota di jawa timur, sekali berangkat Jakarta-Jombang penghasilan ayahku sekitar dua juta rupiah ayahku dapat berangkat sertiap bulan sebanyak 6 kali sehingga penghasilan ayahku setiap bulan sekitar dua belas Juta Rupiah.

“Niki lo pak Sidik, Darul pun kalih dinten mboten purun mlebu sekolah.” Gawat, kalau ada pak Sidik, urusannya bisa Panjang biasanya beliau mampir ke rumah beli bensin eceran.

“La kenging nopo mbak,  padahal ten sekolah nggih pelajaran biasa, niki wau kulo rade telat soale bade MGMP ten Pacet nyambangi konco guru dawah.”

“Duko niku jare pun aras-arasen sekolah, criose bade melok mase Jeki ngernet, piyambake pun mboten purun sekolah pingin dadi supir.” Jeki adalah suami dari kakakku perempuan.

“Rul rene le, .. lungguh kene, bapak pingin ngomong.” Kalau sudah guruku yang satu ini nyuruh aku tidak mungkin dapat mengelak, karena sejak bapakku meninggal beliau seperti bapakku sendiri, setiap bulan kami berkumpul dirumahnya katanya pengajian.

“Nggih pak.”

“Coba kamu duduk disini, katanya ibumu kamu sudah dua hari tidak masuk, kenapa Rul?” Lidahku sulit untuk menjawab pelan-pelan aku duduk di sampingnya.

“Kenapa?”

“Saya sudah tidak ingin sekolah pak rasanya sangat berat, apalagi jika pelajaran matematika wajib, sulit sekali jika disuruh mencari X, saya ingin jadi supir, bapak saya dulu supir penghasilannya juga cukup nyatanya bisa menyekolahkan dua kakak saya ke SMA.” Aku tetap menunduk,aku lihat wajah guruku dari pantulan jendela kaca didepanku jangan-jangan beliau marah.

Wajah guruku tampak diam, tidak ada tanda marah seperti yang ku perkirakan beliau tampak sedang menghirup nafas dalam-dalam sebelum ngomong “Rul, tidak ada yang jelek atau salah dengan pekerjaan supir, tapi membandingkan penghasilan bapakmu supir puluhan tahun lalu dengan penghasilan supir yang sekarang jelas berbeda, apa lagi dengan supir yang akan datang jika kamu menjadi supir. Dulu supir masih jarang tingkat persaingan kecil sehingga penghasilan besar, sekarang setiap keluarga kadang-kadang sudah ada anggota keluarga yang memiliki SIM sehingga jasa supir kurang diperlukan.”

“Jadi jika ingin menganalisa penghasilan supir cukup apa tidak, pendidikannya apa, ya harus melihat supir yang sekarang, tidak usah jauh-jauh kita lihat saja supir di Manisrenggo ini.”

“Di Manisrenggo ini ada Slamet jumlahnya lima orang sarjana semua, supir semua kok penghasilannya juga kurang, hanya pak Slamet sarjana Farmasi yang kelihatan penghasilannya cukup, ini menunjukan bahwa Pendidikan tidak begitu penting bagi seorang supir.” Kusampaikan isi hatiku pada guruku.

“Kamu salah, lima orang Slamet yang semuanya supir ini semuanya ijazanya SMP, tidak ada yang sarjana hanya pak Slamet S.F itu izasanya SMK, karena namanya sama dan pekerjaannya sama orang orang menambahkan tambahan huruf dibelakangnya agar tidak bingung.”

“Slamet S.T, itu bukan sarjana Teknik, tapi kependekan dari Supir Truk. Slamet S.E bukan sarjana ekonomi tapi Supir Elep, Slamet S.Pd bukan sarjana Pendidikan tapi Supir Pedesaan, Slamet S.Ag itu Slamet Supir Angkut Gudang bukan sarjana agama, sedang Slamet S.F bukan sarjana farmasi tapi itu Supir Forklip.” Aku tersenyum sambil menahan tawa, aku baru tahu yang saya kira gelar sarjana adalah gelar julukan dari orang-orang kampungku.

“Tapi meskipun demikian bukan berarti semua supir pendapatannya minim,ada juga supir yang pendapatannya cukup. Pak Didik, supir truk tanki pertamina untuk bisa masuk izasahnya minimal SMA anaknya juga bisa kuliah di ITS, pak Epri, supir di salah satu Bank di Jombang juga pernah kuliah, pak Mulyadi, supir Tank tempur dulu sebelum masuk tantara izasahnya STM, pak Yit dan Pak Yanto, sama-sama supir bego ijazanya SMA jadi siapa bilang supir mesti miskin, kalau Alloh kasih Rizki tidak dibatasi oleh pekerjaan.” Guruku menjelaskan dengan semangat aku mulai sadar berarti supir juga perlu Pendidikan meskipun hanya SMA apalagi jika Sarjana, tentu dia disamping sebagai supir tentu bisa juga sebagai pemasaran atau yang lain.

“Itu pak Sholimin supir, kan juga Cuma SMP, kenapa bisa punya Truk sendiri.” aku mencoba membuat perbandingan lain.

“Itulah karunia Alloh, tapi kamu perlu tahu benar Pak Sholimin itu cuma SMP dan punya truk sendiri, tugas beliau hanya nyopir dan mencari muatan, sedang urusan Bank sama perijinan dan kelengkapan dokumen diurus sama istri serta anaknya yang ada di Unair, bapak tahu itu karena bapak setiap selesai sholat jama’ah subuh selalu ngomong dengan pak Sholimin.”

“Sekarang tinggal kamu mau jadi supir seperti apa, monggo bapak tidak bisa melarang, bapak juga tidak menjelekan supir, apapun profesinya asal ditekuni dengan sungguh-sungguh pasti mulia dan menghasilkan Rizki yang cukup, sebaik apapun profesi itu di mata masyarakat jika dalam menjalankannya asal-asalan pasti akan menghasilkan celaan. Dan perlu diketahui sangat baik profesi itu jika ditunjang dengan pengetahuan dan Pendidikan yang cukup.” Suara pak Sidik terdengar sangat berat.

Perlahan timbul kesadaranku aku harus terus sekolah, kalau bisa mungkin kuliah profesi apapun yang akan di percayakan Alloh kepadaku akan aku tekuni dengan sungguh-sungguh sebagai jalan rizki bagi keluargaku.

“Ya pak saya akan masuk tapi ini jam kedua kurang lima belas menit bagaimana ini, apa saya tidak dimarahi nanti.”

“Mari kesekolah dengan saya, nanti saya beri surat dari BK agar kamu bisa masuk jam ke tiga.”

Kumantapkan hatiku, semangatku kupupuk sendiri, kemalasanku ku buang jauh-jauh aku berdo’a kepada Alloh “ Ya Alloh mudah-mudahan aku bisa menyelesaikan sekolahku dengan baik aku ridho ya Alloh, pekerjaan apapun yang engkau berikan kepadaku nanti itulah yang terbaik dan akan ku tekuni sebagai pintu  rizki untuk keluargaku.”

 

Jombang 22 Agustus 2022