AKU BUKAN KETUA PANITIA

Cerita ini adalah cerita bersambung yang kita harapkan setiap minggu sambungannya dapat di lanjutkan.

AKU BUKAN KETUA PANITIA

Sidik Purnomo

Masih terngiang di telingaku apa yang dikatakan pak Sidik, Guru pembinaku di ekstra kurikuler Remaja Masjid “Untuk kegiatan sunatan masal ini ketua panitianya adalah Siska Arum sedangkan humasnya adalah Mei Zaki Fatikin sekretaris bidang lain biar ketua yang memilih.”

Beberapa anggota remas tampak ada yang tidak puas dengan keputusan yang tidak demokratis sama sekali ini, sehingga Revo Cindi memberikan masukan “Mohon maaf bapak bukankah sunatan masal adalah even yang sangat besar, serta  melibatkan banyak orang, apa tidak sebaiknya ketua panitia diambilkan kak Mei Zaki Fatikin saja, bukankah kak Zaki sudah terbukti sukses sebagai ketua panitia saat Maulid Nabi kemarin.” Banyak anggota remas yang masih kelas sepuluh seide dengan Revo yang sama-sama kelas sepuluh.

“Tidak, ini sudah bulan April sebentar lagi kak Zaki akan kelas duabelas, remaja masjid perlu kaderisasi agar nanti setelah kelas duabelas purna, kelas sepuluh yang sekarang punya pengalaman kegiatan, Siska Arum sebagai ketua dua di remas  juga perlu mendapat pengalaman yang lebih komplek, lagi pula tidak ada bedanya ketua panitia atau yang bagian menyebarkan undangan semua penting.” Semuanya diam, kalau Pembina sudah bilang seperti itu mau bagaimana, kami yang tidak setuju pada keputusan ini hanya bisa menghirup napas panjang. Dalam hatiku timbul suatu tanda tanya, apa yang bisa dilakukan Siska Arum, ini sunatan masal bukan diba’an yang biasa dilakukannya tiap minggu.

Dua minggu sudah berlalu, aku tidak begitu peduli pada kegiatan sunatan masal toh tugasku yang hanya sebagai humas sudah saya lakukan dengan mengedarkan surat pemberitahuan ke Masjid-masjid tentang adanya sunatan masal. Selesai sholat duha saat istirahat jam pertama aku bertemu Pak Sidik di masjid Almadinah “Zak, nanti setelah jam istiahat ke dua kamu waktunya apa?”

“Bahasa jawa pak, bu Sriwilujeng, kebetulan bu Sri ada tugas karena ada kepentingan keluarga, katanya putranya sakit.”

“Nanti kamu ikut saya, tugas bahasa jawa bisa kamu kerjakan di rumah, ini ada hubungan dengan sunatan masal nanti saya tunggu di pintu masuk, di pos satpam.”

“Eng… iya pak” sebenarnya aku malas jika berhubungan dengan remaja masjid, tapi bagaimana lagi aku tidak mungkin mengelak jika ada tugas dari pak Sidik.

Saat istirahat kedua pak Sidik tampak sudah menunggu di pos satpam “Kamu sudah makan Zak.”

“Belum pak.”

“Tidak apa-apa kita langsung saja nanti makan di sana.”

“Kita kemana pak.”

“Ke Warung bu Sundari.”

Kami berdua naik sepeda motor ke warung bu Sundari yang jaraknya dari sekolahku kira-kira limaratus meter.

“Assalamu’alaikum mbak Anik, Bu Ndari wonten” pak Sidik memberikan salam sambil terus masuk ke bagian belakang warung.

“Waalaikum salam, wonten Pak njenengan langsung terus ten wingking mawon.” Orang yang namanya mbak Anik hanya menoleh sebentar sambil terus melayani pembeli yang antri membayar di kasir.

“Assalamu’alaikum Mbak Ndari,” pak Sidik terus menuju dapur dari warung bu Sundari.

“Waalaikum salam enten nopo Mas,” tampak orang yang berusia kira-kira enampuluh tahun menjawab sambil tangannya masih terus memotong kacang panjang yang demikian banyak.

“Piye iki, sampean pinarak nang ndi, iki onok orderan nasi kotak 200 bungkus kudu mari jam 4 sore jare kate digawe tahlil sepurane penggaweane gak kenek di tinggal.” Beliau melanjutkan yang dikatan tadi.

“Ten mriki mawon Mbak, sing penting saget matur ten njenengan” jawab pak Sidik sambil menarik tikar yang tampak kosong untuk dipakai duduk mendekati bu Sundari.

“Iki maeng wis dahar gurung?  Tun…,  Pak Sidik Jupukno sego pecel iwak daging, wonge gak gelem rawon, nek Mase jupukno rawon, ngombene sing siji jeruk anget, sijine es jeruk.” Orang yang dipanggil mbak, oleh pak Sidik tampak terus bekerja meskipun sambil memberikan perintah kesana-kemari.

“Mas sampean dahar sik sepurane tak tinggal nang ngarep ndelok bahan sing kurang opo” setelah ibu sundari pergi kedepan aku dan pak Sidik melanjutkan makan.

Kami berdua menikmati makan siang sangat lahab mungkin karena memang masakannya memang enak atau karena aku sedang sangat lapar.

“Kita berdua ini tamu istemewa Zak, meskipun duduk kita dilantai tapi pemilik warung juga duduk ditempat sama untuk menghormati kita,  bukan karena kita sudah kita diberi makan gratis, tapi karena kita diajak ngomong secara bebas dengan pemilik warung. Sedangkan tamu-tamu yang ada didepan itu tamu biasa, mereka mungkin ditempat yang lebih nyaman, mereka jangankan  diajak ngomong pemilik warung, dilihat saja mungkin tidak dan harus bayar. Itulah hakekat kehidupan di dunia, yang terbaik bagi pemilik dunia ( Alloh )  itu belum tentu yang tampak wah dihadapan manusia.” Pak Sidik  berkata pelan sambil sesekali diam untuk menelan nasinya.

“Begitu juga dengan kegiatan sunatan masal ini, jika kamu niatkan semata-mata karena Alloh, yang terbaik bagi Alloh bukan yang tampak wah dihadapan manusia, tak peduli kamu berperan sebagai ketua, Humas, atau yang hanya berperan mengangkat kursi, Alloh hanya melihat niatmu semata, karena Dia, atau hanya karena ingin dipuja teman-temanmu.” Aku hanya terdiam.

Tidak terasa nasi di piring kami berdua sudah habis, tampak bu Sundari mendatang tempat kami. “Bade wonten kerso menopo?”

“Niki lo Mbak, Niki Mei Zaki Fatikhin, seksi humas panitia sunatan masal remaja masjid Citra Madinah SMA Bandar.” Pak Sidik memperkenalkan diriku sangat lengkap.

“Oo mas Zaki, sing sunat piro Mas”

“Ingkang daftar sampun wonten sembilan belas, rencana dua puluh satu bade dipun tutup”

“La sampean rene kate lapo?”

“Duko wau diajak pak Sidik, pak Sidik mboten matur bade nopo?” ku jawab seadanya karena aku memang tidak tahu.

“Kulo mboten matur menawi bade pados sumbangan Mbak, mboten purun budal mangke, kulo namung matur kulo ajak makan” pak Sidik berkata sambil tersenyum.

“Ngene yo Mas Zaki, Ibuk nek di kongkon nyumbang duwit gak iso, onoke panganan, tumpenge gawe slametan ae Ibuk sing nylameti, engkok ambek kenek digawe sarapan sing ngeterno sunat, tak sumbang tumpeng papat Mas, arek-arek sing sunat yo tak slameti Mas tak gawekno jenang sengkolo” ya Alloh sumbanganya ada kalau diatas delapan ratus ribu. Alhamdullah ya Alloh engko telah memberikan jalan sehingga kami panitia mendapatkan sumbangan yang besar.

“Inilah Zak kenapa kamu saya letakan di Humas, terbukti kan melalui sampean panitia mendapat sumbangan yang sangat besar, beberapa orang menganggap humas hanya cukup WA dan  telpun, tidak demikian humas harus bisa menjual kegiatan yang kita lakukan agar orang mau bergabung dengan kita, Humas bagaikan Wajah pada diri kita apakah kita tersenyum, atau cemberut itulah yang akan di ingat orang terhadap aktivitas kita” aku mulai menyadari ternyata humas juga sangat penting, bukan panitia buangan menurut pengertianku sebelumnya.

“Kita akan menghubungi beberapa donatur yang lain PT Varmion semarang, Kios pertanian Roja Argo, Radio Krisna, Penyalur Songkok Indonesia Bapak Aimaduddin, sedang Siska Arum biar menggalang dana Alumni lewat Face Book dan IG itu kalau kamu mau lo Zak, nanti saya kawal langsung, coba bayangkan jika humasnya Siska bapak akan repot jika mengawal dia mencari sumbangan.”

“Mau pak” aku menjawab dengan spontan.

“Tidak merasa dibuang lagi” pak Sidik bertanya sambil tersenyum.

“Tidak Pak” aku juga ikut tersenyum, Alhammduliullah Ploong…. rasa dongkol dihatiku ternyata sudah hilang diganti rasa senang yang membuat hatiku makin tenteram.

Aku mulai menyadari ternyata tidak penting aku jadi apa, yang penting adalah apa yang bisa aku lakukan, timbul pertanyaan dalam hatiku apa yang terbaik dan bisa saya lakukan untuk kegiatan ini meskipun AKU BUKAN KETUA PANITIA.

–***–

MENGHARAPKAN ORANG LAIN SENANG REPOT SENDIRI

Berangkat dari pengalamanku menemui pemilik warung Bu Sundari bersama pembina remas. Aku mulai berani manggali dana dari berbagai sumber baik dengan berangkat sendiri atau bersama guru yang memberikan rekomendasi.

Aku diajak Bapak Heru Purwito Kepala Sekolahku, ke radio Krisna yang memiliki produk kesehatan Nutrisi Herbal Nariyah. Alhamdulillah bisa langsung bertemu direkturnya dan mendapatkan sumbangan sebesar dua juta limaratus ribu rupiah. Demikian pula dengan beberapa donatur yang lain, UD Dua putra Mbarmanik, UD Roja Agro, PT Farmion, dan beberapa donatur yang lain kalau dihitung sambangan yang terkumpul melalui humas ada sekitar delapan juta rupiah.

Siska arum tidak kalah semangat, wajahnya yang cantik ketika tampil di IG dan Face book menyebabkan kakak-kakak alumni diatasku banyak yang ingin menyumbang. Dari kelasnya Kak Nuraini Arifatullaila, kak Pratiwi, Kak Lumadi Sopon, Kak Zaky, Kak Abdul Ghozi, dan kakak-kakak lain sehingga terkumpul dana  tujuh juta rupiah, total sumbangan sudah terkumpul lebih dari lima belas juta rupiah.

Kami yang tergabung dalam kepanitiaan sunatan masal mulai nyicil ayem meskipun kami belum bisa mengevaluasi berapa seharusnya dana yang kami gunakan, dan kekurangannya nanti bisa kita carikan dari mana.

Setelah sholat jumat kami mengadakan pertemuan rutin, pada pertemuan kali ini kami mengevaluasi kegiatan sunatan masal yang sudah berjalan, barangkali ada beberapa pos yang masih ada kendala. Setelah pembukaan dan sholawat pak Sidik selaku pembina bertanya pada masing-masing Pos.

“Hanum berapa total dana yang sudah masuk ke panitia.” Tanya Pak Sidik kepada Hanum selaku Bendahara.

“Sumbangan melalui  Zaky Fatikin delapan Juta dua ratus ribu, sedang melalui Siska Arum Tujuh juta tigaratus ribu rupiah total dana, lima belas juta lima ratus ribu rupiah.” Jelas Hanum sambil menunjukkan catatan.

“Revo, berapa total yang sudah mendaftar dari yang kita rencanakan 21 anak?”

“Dua puluh lima Pak, tapi yang dua sudah saya beritahu jika nanti dana yang terkumpul tidak mencukupi maka kami mohon maaf jika tidak bisa diikutkan, sedang yang dua lagi anaknya kembar, orang tuanya bilang bahwa seluruh biaya anaknya akan ditanggung sendiri, hanya pelaksanaannya saja bareng kegiatang sunatan masal, katanya anaknya lebih suka jika sunat bareng-bareng sama teman lain.” Jawab Revo sambil melihat catatannya.

“Anak-anak mengkitankan dua puluh lima orang bukan perkara yang kecil, kita menjadi harapan dari beberapa orang yang kondisi ekonominya sangat minim, kita tata Niat kita semata-mata karena Alloh, mudah-mudahan Alloh Ridho dengan apa yang kita lakukan, dan kita diberi kelancaran.” Pak Sidik tampak serius dalam memberi penjelasan pada kita.

“Sebelum kita melangkah lebih jauh dengarkan kisah yang akan saya sampaikan ini. Kisah ini adalah kisah dari Luqman Hakim orang yang diabadikan dalam Alquran dalam mendidik anaknya.” Pak Sidik mulai bercerita setelah memperbaiki tempat duduknya.

Suatu hari, Luqman berkata “Wahai putraku! Berusahalah melakukan hal-hal yang mendatangkan kebaikan bagi agama dan duniamu. Terus berusahalah hingga kau mencapai puncak kebaikan. Jangan pedulikan apapun kata orang! Karena memang tidak akan pernah ada jalan untuk memuaskan dan melegakan semua orang. Tidak akan ada juga cara untuk menyatukan hati  dan pikiran mereka. Itulah fakta hidup ditengah orang banyak dengan berbagai kepentingannya masing-masing”

“Mari kita buktikan!” Kata Luqman sambil menarik tali kekang keledainya.

Awalnya, Luqman menaiki keledai, sedangkan anaknya disuruhnya untuk berjalan sambil memegang tali keledai. Benar saja, tidak lama kemudian orang-orang yang mereka temui berkomentar “Anak kecil itu menuntun keledai, sedang orang tuanya duduk nyaman di atas keledai. Sungguh bodoh dan egois orang tua itu, masak anak kecil dibiarkannya berjalan kaki sementara dia menunggangi kuda!”

Mendengar komentar orang-orang disepanjang jalan tersebut, Luqman-pun berkata kepada anaknya, “Puteraku, coba kau dengar, apa yang mereka katakan tentang kita!”

Setelah berkata begitu, Luqman meminta anaknya untuk bergantian posisi. Sekarang Luqman yang menuntun keledai, sedangkan sang anak naik di punggung keledai. Ditengah perjalanan, mereka kembali menjadi omongan orang.

“Sungguh buruk perangai dan akhlak anak itu, masak orangtua dibiarkannya berjalan menuntun keledai, sementara dia duduk manis di punggung keledai.” Mendengar komentar orang-orang dijalan,  Luqman-pun kembali berpesan  kepada anaknya, “Anakku, dengarlah sekali lagi, apa saja yang mereka katakan.”

Setelah melewati orang-orang tadi, sekarang Luqman meminta anaknya untuk ikut naik ke punggung keledai. Jadi, sekarang keduanya sama-sama duduk diatas punggung keledai yang terlihat kecil dan kurus tersebut. Di tengah perjalanan, mereka kembali menjadi omongan orang-orang yang mereka temui di sepanjang perjalanan.

“Betapa dungu dan egois bapak dan anak itu! kasihan sekali keledai tunggangan mereka yang kecil dan kurus begitu dinaiki berdua” .  Mendengar komentar orang-orang dijalanan, kembali Luqman menita anaknya untuk mendengar dengan baik komentar orang-orang tersebut.

“Dengar dan perhatikan dengan seksama, apa yang mereka katakan, anakku!” Kata Luqman lembut kepada anaknya.

Setelah berkata begitu, lantas Luqman mengajak anaknya turun dari punggung keledai, sekarang mereka berdua sama-sama berjalan menuntun keledainya. Ditengah perjalanan, mereka kembali bertemu dengan orang-orang yang masing-masing mempunyai ekspresi berbeda demi melihat perilaku Luqman dan anaknya.

“Sungguh dungu bapak dan anak itu! Sama-sama berjalan menuntun keledai, kenapa keledainya tidak dinaikki saja biar perjalanannya tidak melelahkan!? Atau setidaknya si anakkah yang dinaikkan, biar bapaknya yang menuntun keledainya.”

“Anakku, kau dengar sendiri bukan, semua perkataan mereka kepada apa yang kita lakukan dari awal!? Dimata mereka, tidak ada satupun tindakan kita yang benar. Semua salah!” Kata Luqman kepada anaknya

“Karena itu, dalam hidup ini kita harus punya prinsip, pendirian yang kuat dan harus tegas. Lakukan saja apa yang bermanfaat bagimu dan agamamu, jangan terlalu ambil pusing dengan perkataan orang lain. Aku berharap kau bisa mengambil sendiri pelajaran berharga dari perjalanan kita dengan keledai ini,” kata Luqman sambil mengikat keledai pada sebuah tiang.

( Cerita bapak anak menuntun keledai diambil dari kompasiana .com )

Jadi kenapa kita harus berniat semata-mata karena Alloh, sebab kalau kita niatkan ini karena ingin dipuji manusia kita akan repot sendiri karena kita tidak mungkin menyenangkan semua manusia. Nabi  kurang baik bagaimana, tetap  ada yang tidak suka, Fir’aun kurang jelek bagaimana, toh juga masih punya pendukung. Tidak usah sibuk menjelaskan tentang dirimu, karena yang suka kamu tidak butuh penjelasan itu dia akan tetap suka, sedangkan yang benci kamu, kamu jelaskan bagaimanapun dia juga tidak percaya. Jadi kesimpulannya tidak usah sibuk dengan kata orang, yang penting itu kita yakini baik dan Alloh Ridho lakukan saja.  ” Lanjut pak Sidik

Semua yang tergabung dalam panitia terdiam, terbayang bagi kami orangtua kami mengkitankan satu orang saja  repotnya bukan main, bagaimana ini mengkitankan dua puluh lima orang secara bersama-sama. Timbul rasa kasihanku pada Siska Arum dan teman yang lain, jika aku hanya memikirkan tugasku sendiri, bagaimana repotnya dia. Akhirnya kami yang tergabung dalam panitia jadi semakin kompak. Kami tidak terlalu adil pada tugas kami meskipun  tetap harus tanggung jawab yang menjadi tanggung jawab masing-masing, tapi siapapun dapat membantu  tugas temannya jika dia longgar dan penanggung jawab unit kegiatan repot.

—-***—

BAHAGIA ITU ADA DISINI

( Bagian 3 )

Hari Selasa. Delapan orang panitia bersama Pembina remas naik mobil Bapak Aimaddudin, menemui dr Wahid, Dokter yang sudah biasa bekerja sama dengan Remaja Masjid Citra Madinah setiap sunatan masal.

Semua yang berada didalam mobil tertawa karena setiap ganti gigi roda, mobil Pak Aimaddudin berbunyi greeeg… “Anak-anak tahu ndak mobil ini anak dan istri saya menyebutnya Pajero kenapa?” Pak Aim bertanya sambil tersenyum.

Semua diam tiba-tiba Revo menjawab Asbun saja (Asal-bunyi).“ Karena rodanya sama-sama empat pak.”

“Karena  ini mbahnya Pajero Pak.” Ali yang biasanya diam ikut menjawab, kami yang ada didalam mobil ketawanya makin keras.

“Bukan…., ada yang menjawab lagi?” semua yang berada didalam mobil terdiam.

“Coba tanyak Pak Sidik itu!”

“Apa Pak?” semua kompak bertanya pada pak Sidik.

“Pajerro artinya panas njobo njero, mobil ini kan tidak pakai AC sehingga kalau diluar mobil kita panas didalam mobil tambah  lebih panas.” Semua yang ada didalam mobil tertawa.

“Selain Pajero mobil ini juga biasa disebut AlFat nggih Pak Aim, ayo kira-kira kenapa?” Semua terdiam, timbul pertanyaan dalam hati kami apa lagi ini.

Karena kami terdiam Pak Sidik langsung melanjutkan penjelasannya, “Anak-anak mobil bagi Pak Aim fungsinya sama seperti tongkat nabi Musa. Batu dipukul pecah memancarkan 12 sumber air sehingga dapat memenuhi kebutuhan minum suku-suku Yahudi yang berjumlah 12. Ketika melawan tukang sihir yang membawa ular, tongkat itu dilempar sehingga menjadi ular besar dan langsung memakan seluruh ular tukang sihir. Ketika mentok didepan lautan air laut dipukul terbelah sehingga pasukan Fir’aun bisa dikalahkan.”

“Dengan mobil ini, Pak Aim mengantar dagangan songkok ke berbagai pasar di Jombang, Gudo, Kandangan, sehingga putranya yang berjumlah lima semuanya sarjana, kuliahnya pun ditempat yang sangat jauh.”

“Mobil  ini sangat sering menemani kegiatan remaja masjid, misal saat mengantar sumbangan tanah longsor di Bareng, saat pengukuhan anggota remas di Selorejo, pada saat gunung Merapi meletus mobil ini hampir saja dipakai mengantar sumbangan ketempat mbah Marijan sana, tapi karena guru-guru takut, mobil ini tidak digunakan. Biasanya jika pakai mobil ini pak Aim selalu bilang sebelumnya, baca Al Fatikah dahulu, akhirnya kami singkat Alfat dan terus menjadi kita naik Al Fat saja.” Penjelasan Pak Sidik membuat kami yang berada didalam mobil semakin ramai. Ternyata naik pajero asli atau Al-Fat tetap menyenangkan jika kita bersama-sama teman.

Tiba-tiba Pak Aim membelokan mobil kekanan, semua timbul tanda tanya kenapa berhenti disini padahal klinik dr Wahid hanya sekitar lima belas menit perjalanan. Ternyata bapak Aim mengajak kita berhenti di penjual es degan. Sambil mencari tempat duduk Pak Aim memberi aba-aba pada penjual es. “Es pak sepuluh gelas, yang dua tidak terlalu dingin sama ote-otenya.” Saya Pak Aim, Pak Sidik serta Ali Syadili duduk dalam satu kelompok, sedang teman-teman putri pada kelompok tersendiri.

Semua terdiam meskipun es dan ote-ote sudah ada didepannya. Pak Aim sepertinya tahu apa yang dipikirkan teman-teman. “Anak-anak tidak usah kawatir, uang untuk beli es degan dan bensin mobil dari saya, jadi tidak mengambil dari bendahara sunatan masal nikmati saja Insya Alloh berkah.” Hanum selaku bendahara tampak tersenyum paling lebar.

“Jarak Klinik dr Wahid dari sini kan tidak terlalu jauh Pak, kenapa kita tidak kesana dahulu baru pulangnya kita mampir ke sini?” Siska Arum bertanya pada Bapak Aim.

“Pertama karena saya sudah telpun pada petugas klinik di sana, ada dua orang antri sunat dan itu tidak bisa di sela sekitar empat puluh lima menit. Yang kedua dan selanjutnya biar dijelaskan oleh pak Sidik.” Pak Aim menjawab pertanyaan Siska Arum sambil tersenyum saat memandang Pak Sidik.

“Yang kedua dan selanjutnya apa Pak?” teman-teman kompak bertanya.

“Anak-anak saya pernah diberi tahu Abah Nurul, apabila kita akan bertamu jangan sampai perut kita dalam keadaan lapar, atau kita dalam keadaan haus… kenapa? Agar terhindar dari perasaan tamak. Yaitu kita terlalu berharap kepada orang lain atau tuan rumah, nanti kalau orangnya tidak memberi kita tuduh pelit, dan sikap kita akan berubah kaku terhadapnya sehingga bisa merusak persahabatan.” penjelasan pak Sidik sambil sesekali mengunyah ote-ote.

Semua makan minum dengan lahapnya ote-ote, es degan, camilan yang lainnya ada beberapa alasan yang mendorong kami makan sangat lahab, pertama agar tidak tamak jika bertamu ke klinik dr Wakhid, yang kedua karena ini gratis sebagai pelajar kita harus pandai melihat kesempatan apa lagi yang gratis-gratis.

Setelah semuanya selesai kita melanjutkan perjalanan menuju klinik dr Wakhid, tampak jelas papan namanya Klinik MGA Marasake, melayani periksa kesehatan dengan metode Holistik, Khitan dengan metode Smart Clamb, hanya tiga tulisan itu yang menarik hatiku dan menimbulkan tanda tanya. Beberapa tulisan yang lain sama dengan tulisan pada klinik-klinik kesehatan yang lain. Dari penjelasan dr Wakhid dapat kita ketahui bahwa arti MGA Marasake adalah Mugi-mugi Gusti Alloh Marasake (menyembuhkan), sedangkan metode Holistik adalah metode penyembuhan tanpa obat, pasien dapat di rukyah atau diajak berdo’a bersama. Sementara sunat dengan smart clamp adalah sunat dengan cara meng klamp kulit kemaluan anak, setelah kulit terklamp baru dipotong sehingga pengeluaran darah sangat kecil dan langsung bisa aktifitas seperti biasa.

Kami mendapatkan kepastian beaya sunat dengan metode smart clamp adalah Sembilan ratus delapan puluh ribu rupiah “Ada-ada saja dokter Wakhid ini kenapa beayanya Sembilan ratus delapan puluh ribu rupiah bukan satu juta rupiah sekalian?” tanya pak Sidik pada dr Wakhid.

“Ini strategi marketing Pak, anak-anak juga harus tahu dan dia akan selalu mengingat, paling tidak jika ada orang yang tanya berapa beaya sunat smart clamp dia dapat menjawab satu juta masih susuk, beaya itu adalah untuk masyarakat umum, untuk remaja masjid Citra Madinah saya juga ingin berbagi biayanya hanya lima ratus dua puluh ribu rupiah.” dr Wakhid  menjelaskan sambil tersenyum.

Plong rasanya hati kami dengan beaya sebesar itu uang yang kami bawa untuk pembayaran uang muka cukup untuk mengkitankan dua puluh satu siswa, sehingga kita  tidak menolak jika ada peserta tambahan.

Pulang dari klinik MGA Marasake kita yang ada didalam mobil tidak ada yang ngomong, kami asik dengan pikiran kami masing-masing meskipun kami semua tampak puas. Pak Aimaduddin berkata untuk membuka suasana beku.”Anak-anak saya mau cerita ada sepasang petani yang baru datang dari sawah suaminya memanggul cangkul di pundaknya sedang istrinya berjalan disampingnya sambil menggendong rinjing (bakul) mereka tampak rukun dan bahagia. Ketika mereka disalip oleh pasangan suami istri yang sedang berboncengan naik sepedah. Suami yang sedang berjalan tersebut membayangkan betapa bahagianya jika punya sepedah tentu tidak terlalu lelah dan bisa berjalan lebih jauh. Pasangan yang naik sepedah tersebut semula tampak bahagia dan saling bersendagurau tiba-tiba disalip oleh orang yang punya sepeda motor, seketika pasangan tersebut berhenti bergurau dan membayangkan betapa bahagianya jika punya sepeda motor tentu dia dan istrinya akan semakin mudah kemana-mana berdua. Terbayang di matanya pasangan yang naik sepedah motor tampak bahagia. Pasangan yang naik sepeda motor dengan bahagia tersebut mestinya dapat bahagia sampai akhir perjalannya seandainya tidak berpapasan dengan mobil yang dikendarai seorang wanita cantik. Keduanya membayangkan sendiri-sendiri istrinya membayangkan betapa bahagianya jika naik mobil, sedang seaminya membayangkan betapa bahagianya dia jika mobil tadi dia yang nyopir sedang wanita cantik yang nyopir sendiri tadi duduk disampingnya sebagai istrinya. Sementara wanita cantik yang naik mobil tadi ternyata seorang pengusaha, menjelang magrib baru saja pulang sedang suaminya juga pengusaha juga yang berada dikota lain dimana jaraknya sekitar 300 km dari tempat tinggalnya. Mereka jarang sekali ketemu jangankan setiap hari sebulan dapat berjumpa dua kali saja itu sudah merupakan kemewahan bagi dia.”

“Pada saat bedug asyar terdengar wanita cantik tersebut berpapasan dengan sepasang petani yang tampak rukun berjalan beriringan meskipun usianya sudah senja, tidak terasa air matanya meleleh membayangkan keluarganya yang tidak utuh, suaminya ditempat yang sangat jauh dia tidak tahu sekarang lagi apa, sementara anaknya yang masih kecil harus diasuh oleh seorang baby sister, dia sendiri setelah bedug asyar baru bisa pulang, tidak terasa bibirnya mengucapkan kata pelan, betapa bahagianya suami istri itu meskipun tidak punya mobil,sepeda motor atau yang lain dia tetap bisa rukun dengan keluarganya sementara saya yang semuanya ada, tidak dapat menikmatinya dengan baik.” Kami semua diam tidak sadar bahwa bapak Aimaduddin sudah mengakiri ceritanya.

“Anak-anak dari cerita bapak Aimaduddin dapat kita simpulkan Bahagia itu di sini, kata pak Sidik sambil menunjuk dadanya sendiri tinggal kamu mau bersyukur atau tidak, karena kebahagiaan tidak bisa diukur oleh orang lain. Kamu mau bahagia?” tanya pak Sidik.

“Mau……” kami semua serentak menjawab.

“Bersyukurlah apa saja yang diberikan Alloh kepadamu, yakini itu yang terbaik.”

 

Jombang 30 Nopember 2022