Surat untuk kak Zaki

SURAT CINTA UNTUK KAK ZAKI

S.Purnomo*

Sudah tiga pertemuan ini banyak sekali yang hadir untuk pengajian. Biasanya yang hadir paling banyak dua puluh orang, tetapi sudah tiga Kamis ini yang hadir sekitar lima puluh orang. Tidak mengherankan memang dalam tiga Kamis ini yang mengisi materi adalah kak Zaki, alumni Remaja Masjid Citra Madinah empat Angkatan diatasku.

Setelah lulus dari SMA Negeri Bandarkedungmulyo, tempatku sekolah, kak Zaki melanjutkan ke Teknik kimia ITS dan sekarang memasuki semester ke-empat. Satu jurusan yang sangat sulit menurutku, bagaimana tidak pelajaran kimia , meskipun sudah diterangkan dengan sangat bersemangat oleh Bapak Irawan dan Ibu Siti Maisaroh, aku belum juga mengerti. Malahan yang kuhafal lebih banyak yang disampaikan Pak Sidik guru Fisika.

“Anak-anak ini saya berikan beberapa rumus kimia yang baru, Na2S (Nanas), BaK+So (bakso), O2N (o-on), S3Go (sego), De2K (dedek),” suatu cara menghafal simbol kimia yang mudah, tapi amburadul.

Kak Siska yang sekarang sudah kelas XII menjelaskan kepadaku, “Saya aktif di Remaja Masjid Citra Madinah ini sejak kelas X, Din. Kak Zaki bukan ketua Remaja Masjid, dia hanya sekretaris. Kelebihan dia adalah, tidak pernah telat puasa senin kamis, sholat tahajudnya juga rajin. Jangankan saat dirumah, waktu kemah di Wonosalam yang sedingin itu , dia tetap sholat tahajud”.

Suatu figur seorang ayah dari anak-anakku yang sangat ideal. “Astaghfirullah hal adzim, yaa Allah ampunilah pikiran hambamu yang liar ini.” Aku menenangkan gejolak hatiku.

Aku masih ingat ketika Kak Zaki memberikan materi dalam suatu kajian, dia bertanya langsung kepadaku, “Masih ingat Din, syarat agar ilmu seorang pelajar itu manfaat?” Wajahku merah menahan malu.

”Ya allah mengapa aku sama sekali tidak ingat.” Gumamku dalam hati.  Kujawab sekenanya malah hasilnya jadi tambah mempermalukan diriku sendiri, ”Orangtua kita ridho ya kak?”.

Kak Zaki agak bingung, sedang teman-teman yang hadir dalam pengajian pada tertawa. Dia langsung melanjutkan. “Ya benar yang pertama ada ridho dari orang tua, Yang kedua ridhonya guru, selanjutnya adalah ada beaya, sedang yang terakhir adalah perlu waktu yang lama. Yang harus dipahami dalam masalah ini, banyak sekali  pendapat para ulama dan mereka semuanya adalah orang ber ilmu, jadi kita tidak boleh mengatakan bukannya dua ya, atau tiga ya , bukannya tujuh, karena setiap ulama punya pendapat sendiri. Karena pendapat semuanya didasarkan pengalamannya.”

Kak Zaki melanjutkan, “ coba engkau bandingkan dua kondisi berikut. Yang pertama seorang anak ketika berangkat sekolah pamit kepada orangtuanya, dia cium tangan orang tuanya pamit sebelum berangkat, orang tuanya sambil memegang kepalanya atau mencium kepalanya berkata.  Yo leee…nduk…. ndang brangkat mugo-mugo awakmu oleh ilmu sing manfaat. Dengan keadaan yang kedua ketika anak berangkat sambil berlari buk aku sekolah, langsung sepedahnya distater reng….. dengan sangat cepat karena dia takut nanti terlambat lagi. Mana yang menurut kalian yang mendapat ilmu yang manfaat?” Semua yang ikut pengajian pada berpikir, tentu kalau dari adab dan ridhonya orang tua, pasti yang pertamalah yang Insya Alloh lebih berhasil.

“ Segala yang ada ini mengikuti hukum Alloh, Air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah. Kalor mengalir dari tempat yang bersuhu tinggi ke suhu rendah. Arus listrik mengalir dari potensial tinggi ke potensial rendah. Udara mengalir dari tempat yang bertekanan tinggi ke tempat yang bertekanan rendah. Demikian juga ilmu,  mengalir dari orang yang sudah tahu ke orang yang belum tahu. Biarpun orang itu sudah pinter, propesor sekalipun, kalau dia masih merasa bodoh ( belum banyak tahu ) maka dia akan terus mendapatkan ilmu. Sedangkan orang bodoh, yang merasa sudah tahu segalanya akan sulit untuk menjadi pinter hal ini sudah sesuai dengan hukum Tuhan.” Lanjut kak Zaki.

“Guru kita memang sudah seharusnya pinter dan propesional karena beliau mengajar sesuai ilmu yang di pelajarinya. Tetapi pada jaman sekarang Alloh sudah membuka semua pintu ilmu.  Melalui internet Google, Youtube, Weeb, dan sumber yang lain. Tidak mustahil kalian tahu lebih dulu suatu permasalahan tertentu. Lalu dalam situasi demikian sikap kalian bagaimana?” tanya kak Zaki sambil memandang sekeliling. Karena tidak ada yang menjawab kak Zaki langsung melanjutkan. “Kalian harus tetap tawadhuk, sebab dalam masalah itu kalihan tahu, mungkin dalam masalah lain guru kita banyak lebih tahu, jika seluruh pengetahuan kalian ditimbang dengan seluruh pengetahuhan guru tentu pengetahuan kalian tidak ada sepersepuluhnya. Lagi pula yang kita harapkan tidak hanya ilmunya tapi juga ridhonya agar ilmu yang kita miliki manfaat”.

Penjelasan kak Zaki selanjutnya sama sekali tidak ada yang masuk di kepalaku, bagaimana tidak setiap memandang kak Zaki jantungku berdebar lebih keras. Aku hanya ingat dua kalimat terakhir sebelum pengajian ditutup dengan Do’a kafarotul majelis. Yaitu dari Imam Syafi’i “ Barang siapa belum pernah merasakan pahitnya mencari ilmu walau sesaat, ia akan menelan hinanya kebodohan sepanjang hidupnya.”  Kemudian dari Qs- Al Mujadalah (58) ayat 11  “Alloh akan mengangkat derajat orang beriman diantara kamu dan orang berilmu beberapa derajat.

Akirnya untuk menenangkan hatiku aku banyak-banyak istighfar, astaghfirlloh hal adzim. Yaaa Alloh kenapa diriku ini.

“Kamu ini kenapa Din saya lihat dari tadi dudukmu tidak teratur, wajahmu kadang-kadang memerah, kamu sakit tah?” Kak Siska remas yang sudah kelas XII bertanya kepadaku.

“Tidak kak hanya sedikit tidak enak badan” potongku agar tidak berlarut larut.

Sudah tiga malam ini aku tidak bisa tidur dengan cepat. Setiap akan tidur mataku sulit dipejamkan wajah kak Zaki saat mengisi pengajian di Masjid Almadinah SMA Negeri Bandarkedungmulyo selalu terbayang. Bagaimana saat dia tersenyum, menjawab pertanyaan teman-teman remaja masjid sangat jelas dimataku. Aku ambil wudhu dan sholat dua rokaat aku berdo’a pada saat sujud, “Ya Alloh ampuni hambamu yang banyak dosa ini ya Alloh, kenapa saat teman-teman yang lain mendengar penjelasannya, aku malah sibuk memperhatikan wajah ustadnya, bimbinglah diriku ya Alloh agar tidak tersesat dari jalanmu. Berilah ketenangan hati ini ya Alloh agar senantiasa dalam Ridhomu”. Hatiku sedikit tenteram.

Untuk menghilangkan rasa resah aku ambil laptop. Kucoba membuat surat untuk mengurangi rasa gundahku kepada kak Zaki. “Untuk kak Zaki Azkiah Rizky   mohon maaf sebelumnya jika adik lancang menulis surat untuk untuk kakak. Adik menyadari bahwa di Indonesia sungguh tidak pantas seorang wanita mengutarakan suara hatinya lebih dulu pada seorang pria. Tapi bagaimana lagi adik tidak tahu harus berbuat apa.  Akhirnya kuberanikan diri untuk menulis surat ini. Bukankah junjungan kita Syaidatul Chodijah yang memberikan lamaran dulu kepada Rosulluloh SAW. Untuk kak Zaki bila saat ini belum ada tambatan hati yang melekat dihati kakak, ijinkanlah adikmu Dina Aminatus Iza ini menempati salah satu bagian yang ada dihati kakak. Kita tahu waktu yang kita tempuh masih Panjang, kakak masih melanjutkan kuliah. Demikian juga adik masih ingin melanjutkan ke UNESA karena adik bercita-cita menjadi guru Biologi Seperti Bu Hamidah atau Bu Diah Setyowati. Tolong dijawab ya kak apapun jawaban kakak adik akan Ridho” kukirim surat dengan suatu Do’a ke E-Mail ZakiRizky2012@gmail.com

Sudah seminggu ini kutunggu jawaban kak Zaki kenapa masih belum juga ada. Setiap hari kulihat barangkali ada E-Mail yang masuk, akhirnya aku malu bertemu kak Zaki sehingga saat kajian Kamis siang aku tidak datang. Aku ingin menentramkan hatiku. Sementara syetan terus berbisik dihatiku. Dina kamu tidak usah mengaji, kamu ngaji tidak dengan niat murni karena Alloh. Bisa-bisa Alloh makin murka kepadamu, dasar ndak punya malu.

Aku tertunduk dihadapan bu Sumiati. Guru matematikaku yang berwajah manis dan teduh ini. Sudah dua tahun ini beliau memegang ekstra remaja Masjid. Kutunggu hampir dua menit bu Sum belum juga berkata, aku makin tertunduk tidak berani mengangkat wajah meskipun kutahu bu Sum sangat sabar. Setelah menghela nafas dalam-dalam akirnya bu Sum pun berkata, “Dina kamu ini kenapa sudah dua kajian berturut-turut kamu tidak datang, kamu kan tahu kak Zaki hanya memberikan materi selama tuju kali, sedangkan kamu sekretaris dua lo Din. Apakah kamu tidak berpikir ini bisa memberikan pengaruh pada anggota yang lain.”

Aku tetap terdiam tidak berani matur. Ku kumpulkan keberanianku untuk berkata jujur “ Maaf bu saya merasa bahwa niat saya mengaji bukan karena Alloh lagi, saya kawatir nanti bukan mendapat pahala malah semakin dosa, karena ketika ada kak Zaki saya lebih banyak memandang wajahnya dari pada mendengar penjelasannya.” Kutunggu reaksi bu Sum, saya kawatir beliau marah.

Sambil menarik nafas dalam-dalam beliau berkata  “Yang harus kamu perhatikan Din, jarang sekali orang yang benar-benar punya niat yang lurus. Karena setan terus menggoda maka dari itu kita harus selalu ightifar dan memperbaiki niat. Sholat saja yang kita jelas-jelas menghadap Alloh setan tetap menggoda, sehingga kita lupa dengan sholat kita. Karena itu Alloh memberikan tanda Allohu akbar setiap ganti keadaan. Agar kita kembali ingat kalau kita sedang sholat.”

“Riya’ itu bukan hanya melakukan pekerjaan karena manusia, tetapi juga berhenti melakukan pekerjaan yang baik karena manusia, jadi kamu berhenti mengaji karena kak Zaki itu juga riya’. Saranku teruskan mengaji, siapa tahu diantara menit-menit yang terlupakan itu masih ada satu atau dua menit yang manfaat, dan Alloh Ridho.”  Akhirnya aku terus mengikuti kajian meskipun terjadi pertarungan didalam hatiku. Mudah-mudahan diantara menit-menit yang kacau ini masih ada yang manfaat.

Akhirnya setelah pertemuan ke tujuh aku menerima balasan dari kak Zaki, “ Untuk adiku Dina Aminatus Iza,  mohon maaf kakak baru menjawab surat adik. Kak Zaki tidak ingin konsentrasi adik dalam mengikuti kajian terganggu. Kita harus menyadari Adik punya keinginan, kakak punya keinginan, Alloh juga punya keinginan. Untuk saat ini keinginan kakak adalah menyelesaikan kuliah kakak dulu, adik teruskan mengejar cita-cita untuk menjadi guru biologi seperti guru kita bu Hamidah. Mengenai keinginan adik untuk menjadi bagian hidup kakak biarlah waktu yang menentukan, jika Alloh berkehendak segalanya pasti terjadi. Teruslah belajar, semoga sukses. Zaki Azkiah Rizky.”    Kubaca E-Mail itu berkali-kali sambil berdo’a yaa.. Alloh engkau yang maha mengabulkan do’a kabulkanlah cita-cita dan cintaku.

“Ma pulang bareng atau tidak.” Narasumber ganteng yang dari LIPI ini mendatangiku. Dialah suamiku , Zaki Azkiah Rizky. Saat ini baru memberikan materi Bio Kimia pada guru-guru biologi SMA sesurabaya. Aku ikut sebagai peserta karena aku mengajar di salah satu SMA Negeri di Surabaya.

”Enak ya kalau nara sumbernya suaminya, kalau tidak jelas bisa tanya dirumah.” Aku hanya tersenyum rupanya saat suamiku memberikan materi tadi aku hanya melamun, seperti saat dia memberi materi di masjid kesayanganku,  masjid Almadinah dan aku sebagai anggota Remaja Masjid Citra Madinah.

 

Jombang, April 2022

  • Penulis adalah guru Fisika di SMA N Bandar