AQIDAH ORANG BODOH

AQIDAH ORANG BODOH

Sidik Purnomo

Sudah lima kali ini aku mendapat panggilan Bk, ini panggilan yang terakhir jika tetap melanggar lagi dari pelanggaran berikut ; tidak pernah mengerjakan tugas, tidur didalam kelas, datang terlambat, atau pulang terlalu cepat aku akan dikeluarkan dari sekolah.

Terbayang apa yang dikatakan bu Lika dan Pak Bahri beberapa waktu yang lalu, “Kenapa kamu datang terlambat DiK” bu Lika bertanya sambil memegang buku kasus. Buku kasus atau buku apa aku tidak mengerti karena teman-teman bilang kalau di bawa ke BK berarti ada kasus maka kusebut saja buku kasus.

“Terlambat bangun bu” jawabku dengan malas.

“Kamu bangun jam berapa?” pak Bahri yang tadi diam ikut bertanya.

“Jam delapan pak”

“Kalau kamu bangun jam delapan apakah kamu tidak pernah solat subuh” pak Bahri tampak kaget.

“Tidak pernah pak”

“Bagaimana dengan sholat yang lain, apakah orang tuamu tidak marah?” pak Bahri bertanya pelan.

“Sholat yang lain juga jarang, kalau subuh hampir tidak pernah, orang tua saya tidak pernah marah  karena orang tua saya juga jarang sholat” aku menjawab sambil menunduk.

“Maaf apakah keluargamu beragama Islam?” bu Lika ikut menyela.

“Tidak tahu Bu, yang jelas KTP saya Islam” aku menjawab sambil mengeluarkan KTP.

“Apakah kamu di sunat?” bu Lika bertanya sambil tersenyum.

“Di sunat, apa itu di sunat?” aku bingung sambil mengulangi pertanyaan bu Lika.

Bu Lika tampak bingung buru-buru pak Bahri menjelaskan pertanyaan bu Lika kepadaku “Itu Dik, bagi laki-laki daging diujung alat kelaminnya itu diambil sedikit, agar ketika selesai buang air kecil lebih bersih dan terhindar dari najis sehingga ketika sholat lebih suci,  kalau sudah disunat bentuknya kayak helem,  kalau belum sunat kayak pisang belum dikupas.”

Aku sendiri ragu-ragu sudah disunat belum, tapi kata orangtuaku saat aku kecil kesulitan buang air kecil akhirnya di operasi sambil disunat sekalian, “Kayaknya sih sudah Pak, tapi saya ragu-ragu apakah Bapak mau periksa saya sudah sunat belum.”

“Tidak usah, tidak usah, kamu periksa sendiri saja nanti kamu WA ke saya sudah sunat atau belum, dengan kata-kata saja tidak usah di foto” mereka tampak kompak dalam menjawab.

Kami bertiga diam, dalam angan-angannya sendiri, suasana segar AC di BK ditambah keramahan kedua guruku membuat aku merasa kerasan dan tenteram di BK, sayangnya aku ke BK karena ada kasus seandainya tidak tentu aku sangat menikmatinya.

Sekarang aku dipanggil lagi ke BK, dadaku terasa sesak ini panggilan terakhir akankah dikeluarkan dari sekolah ini, bagaimanapun sekolah ini sangat kucintai, pohon mangganya yang jumlahnya sekitar 35 batang boleh diambil siapa saja untuk rujakan, buah mentega yang rasanya seperti duren tinggal ambil, teman-temanku Fahrul, Andre, Badrun sangat menyenangkan, kenapa saat  aku akan dikeluarkan mereka terasa begitu baik. Juga teman-teman putriku yang kadang ku ganggu tidak ada yang membenciku. Akankah aku meninggalkan mereka.

Memang aku hampir tidak pernah mengumpulkan tugas, karena aku memang tidak tahu untuk apa manfaat tugas itu bagiku, bikin pikiranku tambah ruwet. Karena orang tuaku meskipun hanya tamatan SMP juga menjadi pengusaha selep keliling yang sukses selepnya tiga malah, diantara anak buahnya ada yang lulusan SMA.

Keluargaku memang tidak begitu paham agama, untuk apa? Buang-buang waktu saja, bagi keluargaku yang penting kita harus kerja, maka dari itu ketika Pak Hasan guruku menyuruhku sholat jumat, aku mutar-mutar saja aku masih ingat beliau berkata “Nanti saya beritahukan ibumu lo kalau kamu tidak pernah sholat Jum’at.”

“Silakan Pak tidak apa-apa wong ibu juga jarang sholat.” Beliau tampak kaget. Tapi aku tetap melangkah menuju masjid Almadinah karena aku takut beliau membawa penggaris Panjang.

“Dik, ini bukan panggilan kamu dikeluarkan dari sekolah, tapi panggilan agar surat pernyataan ini di tanda tangani dengan orang tuamu, surat pernyataan ini berisi keterangan jika kamu melanggar lagi kamu akan dikembalikan ke orang tuamu.” Suara pak Bahri tampak berat  bertemu dengannya tubuhku terasa lemas.

“Iya pak saya mengerti, saya mohon pamit.” Surat saya ambil, sambil berjalan pelan menuju kelasku XI IPS 1.

Sambil menunggu pergantian jam pelajaran yang hanya kurang dua puluh menit aku menunggu diperpustakaan. Perpustakaan ini tampak tidak terlalu lebar, karena hapir separuh  ruangan untuk rak-rak buku, jika waktu istirahat banyak sekali siswa yang menuju perpustakaan entah untuk membaca atau sekedar menumpang Wifi. Seandainya perpustakaan ini ber AC seperti yang ada di BK tentu sangat nyaman, paling tidak ada fasilitas ber AC yang dapat dikunjungi siswa dengan sesuka hatinya.

“Surat penggilan orang tua Dik?”  Pak Hasan kepala perpustakaan  bertanya kepadaku setelah melihat sampul amplop yang kubawa.

“Tidak Pak, surat pernyataan yang harus ditandatangani orang tua jika saya melanggar lagi akan dikeluarkan dari sekolah.”

“Berapa banyak point yang menyebabkan kamu harus keluar dari sekolah?”

“Banyak point Pak, lebih dari duaratus lima puluh point. Yang terbanyak karena saya hampir tidak pernah mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru. Apakah di sekolah ini tidak bisa diatur kira-kira tanpa tugas siswanya langsung lulus.” Aku menyampaikan unek-uneku.

“Bisa kenapa tidak, kamu kan bisa membuat sekolah sendiri, Kepala Sekolahnya Ayahmu, Wakil kepala Sekolahnya Ibumu, yang sekolah kamu sendiri, Ijazah tinggal kamu buat sendiri kalau perlu dikasih nilai seratus semua. Tapi apakah ada yang percaya Ijazah seperti itu. Karena Ijazah tidak hanya sekedar kertas tapi ada goresan-goresan perjuangan disitu, dan Nilai tidak hanya sekedar angka tapi ada kemampuan yang dipertaruhkan disitu. Percuma punya nilai bagus tapi tidak dibarengi dengan kemampuan yang sesuai.” Pak Hasan menjelaskan sambil tersenyum.

“Tapi mengapa tugasnya terasa demikian banyak?” aku berusaha membela diri.

“Kalau yang merasakan tugas banyak itu hanya kamu sendiri. Berarti ada yang kurang dalam diri kamu, tapi jika hampir seluruh siswa merasakan tugasnya banyak berarti perlu ada penjadwalan tentang tugas. Berapa jam tugas maksimal yang harus diberikan oleh satu guru. Saya lihat temanmu tidak ada yang mengeluh. Ingat jika kamu kuliah tugasnya akan semakin besar.”

“Terus terang Pak, sebenarnya saya sekolah ini hanya supaya mendapat ijazah setelah itu selesai, masalahnya orang tua saya malu kalau anaknya tidak sekolah. Orang tua saya hanya punya ijazah SMP juga sukses, bahkan karyawannya banyak yang ijazahnya SMA, saya ingin seperti ayah saya meskipun sekolahnya tidak pinter juga sukses.”

“Kalau orang tuamu yang hanya sekolah SMP saja demikian sukses berarti beliau orang yang sangat bisa mengambil pelajaran dari siapa saja. Ingat setiap orang adalah guru, setiap pengalaman adalah pelajaran, hanya saja tidak semua orang bisa sekolah dalam kehidupan. Saya kuwatir yang kamu lihat hanya suksesnya saja, tapi perjuangan menuju sukses tidak pernah kamu ketahui, ibarat kamu melihat orang memanen semangka tampak segar dan menyenangkan, tahukah kamu anakku sebelum semangka itu dipanen ada proses yang melelahkan bahkan mungkin semangkanya hampir mati dan itu wajar.”

“ Yang harus kamu pahami usaha dan harta mungkin bisa diwariskan, tapi Rizky tidak, masih yakinkah kamu jika nanti kamu diwarisi usaha selep oleh orang tuamu kamu bisa bertahan, dan  semakin maju. Ingat ketika kita berusaha dan berhasil ada ribuan orang yang punya pikiran yang sama. Kualitas seseoranglah yang akan menentukan apakah usaha itu terus bertahan atau hanya sekedar lewat saja. Masih yakin…  tanpa belajar giat dari sekarang engkau bisa sukses meneruskan usaha orang tuamu.” Aku mulai bimbang bisakah aku sukses jika sekarang hanya mau enaknya saja.

“Kalau dilihat pointmu kebanyakan kamu tidak mengerjakan tugas dan bangun kesiangan sehingga kamu terlambat, kenapa kamu tidak pernah sholat, kamu beragama Islam kan.” Pak Hasan bertanya dengan hati-hati.

“Kenapa harus Sholat Pak, bagi saya dan keluarga saya yang penting kerja-kerja dan kerja.” Pak Hasan tampak kaget mendapat pertanyaanku.

“Ya karena Alloh berfirman wamaakholaqtul jinna wal insan illa liya’buduun, yang berarti tidaklah aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaku.” Pak Hasan menjelaskan dengan tenang.

“Kalau begitu hidup kita tidak enak sama sekali, jika kita hidup cuma harus beribadah padahal yang namanya hidup hanya sekali tentu harus dinikmati.” Aku sungguh tidak paham dengan pemikiran guruku ini.

“Yang namanya ibadah, tidak hanya sholat, puasa, haji ….. segala aktifitas kita dapat bernilai ibadah jika diniati ibadah dan dilakukan sesuai cara-cara yang diberikan, jadi tetap enak, dan rasanya juga tidak berubah hanya nilainya saja yang berbeda.” Suara pak Hasan tampak berat.

“Misal kamu sekolah, berangkat jam 7:00 – pulang jam 15:30, tanpa kamu niati apa-apa, atau kamu niati agar kamu tidak dimarahi orang tuamu, atau kamu niati agar dapat ijazah, yang kedua ketika berangkat kamu mengucapkan Bismillahirrohmaanirrohim dalam hatimu kamu berdoa dan berniat agar mendapatkan ilmu yang manfaat untuk dirimu dan keluargamu nanti, dalam hatimu berniat untuk menggilangkan kebodohan, dalam hatimu kamu berniat untuk melaksanakan perintah Alloh SWT, dan kamu ketika berangkat mohon doa kepada orang tuamu agar berhasil. Lelahnya sama, biaya yang dikeluarkan juga sama, waktu yang hilang juga sama, tapi nilai dari kedua kegiatan itu berbeda. Yang pertama hanya kegiatan tanpa makna sedang yang kedua kegiatan bernilai ibadah.” Aku hanya terdiam mendengarkan pak Hasan berbicara.

“Begitu juga untuk kegiatan yang lain, Makan, Tidur, Nikah, rasanya sama, lelahnya sama,  waktunya sama tinggal kamu saja apa kamu biarkan tanpa makna atau kamu niati untuk beribadah yang jelas jika diniati ibadah harus dimulai dengan ucapan Bismillahirrohmaanirrohim, ini semacam paswood pada komputer atau semacam kode pos bagi suatu surat sehingga mudah dikelompokkan malaikat.” Pak Hasan tampak tersenyum.

Karena aku lihat pak Hasan sangat santai, aku jadi timbul keberanian untuk bertanya “Untuk sholat pak saya heran, kenapa kita harus menyembah sesuatu yang tidak ada?”

Beliau tampak menarik nafas dalam-dalam “Tidak ada, atau kamu tidak mengetahui keberadaannya? Sesuatu yang kamu tidak tahu bukan berarti tidak ada.”

“Bagaimana bapak bisa tahu jika tidak melihat?” Pak Hasan tampak tersenyum mendengar argumenku, mungkin baginya ini adalah logika orang bodoh.

“Anak muda, coba kamu keluar sebentar, kamu coba putar kran itu!” aku tidak tahu maksudnya meskipun demikian aku putar juga krannya dan airnya keluar.

“Ketika kamu putar kran airnya keluar, meskipun kamu tidak melihat pompa air, atau tandon air pikiran kamu pasti tahu dan tidak bisa menyangkal  disuatu tempat yang berhubungan dengan kran ini Pasti ada tandon atau pompa air, karena mustahil air bisa keluar sendiri ditempat datar tanpa kedua hal tersebut. Demikian juga beberapa petani punya logika sendiri tentang ketuhanan jika ada tletong (kotoran sapi/kerbau) pasti ada sapinya, jika ada asap pasti ada apinya. Kalau yang sesederhana itu adanya pasti ada penyebabnya atau yang menciptakan, dengan logika yang sama kita pasti dapat menyimpulkan alam sekitar ini ada, pasti ada yang menciptakannya” pak Hasan tampak semangat menjelaskannya.

“Tahukah kamu di stadion Kanjuruan malang ada kecelakaan supporter Arema yang menewaskan lebih dari seratus orang?”

“Tahu pak.”

“Apakah kamu melihat sendiri?”

“Tidak.”

“Darimana?”

“Dari TV, Internet, Koran, Majalah.”

“Kamu yakin meskipun tanpa melihatnya sendiri?”

“Sangat yakin.”

“Begitu juga saya yakin keberadaan Alloh tanpa harus melihatnya, dari berita-berita Alqur’an dan kitab-kitab sebelumnya, dari orang yang selama hidupnya tidak pernah berbohong yaitu Rosulloh Muhammad SAW.” Beliau menjawab dengan mantab.

“Sekarang saya tanya tiga rambut di badanmu,  rambut kepala, rambut bulu mata, dan rambut diatas mata.  Kamukah yang menumbuhkannya, atau tumbuh dengan sendirinya secara kebetulan, atau Yang Maha Kuasa yang menumbuhkannya?”

“Yang jelas bukan saya pak, jadi tumbuh dengan sendirinya secara kebetulan.” Aku menjawab sesuai pengetahuanku.

“Kamu pernah diajar matematika bu Ida kan, Jika ada 1 dadu dengan nilai mulai 1 sampai 6 dilempar selama 30 kali berapa kali kemungkinan keluar angka 5?”

“Seper enam kali 30 sehingga 5 kali, demikian juga untuk angka yang lain.” Aku menjawab dengan cepat karena kebutulan aku paham tentang itu.

“Bagaimana pendapatmu jika selama 30 kali lemparan semua keluar angka 6 tidak ada angka yang lain?” tanya pak Hasan selanjutnya.

“Tentu itu pasti ada yang mengatur, benar kan pak ndak mungkin itu terjadi secara kebetulan.” Jawabku dengan yakin.

“Sekarang kembali ke pertanyaan saya, didunia ada tiga milyar orang, jika tumbuhnya rambut itu secara kebetulan tidak ada yang mengatur, tentu ada satu milyar orang rambut kepalanya panjang yang lain pendek, yang satu milyar orang rambut mata panjang yang lain pendek, yang satu milyar rambut atas mata panjang yang lain pendek. Kenapa semua sama rambut atas  mata dan bulu mata   pendek meskipun bertahun-tahun, sedangkan rambut diatas kepala semua bisa panjang. Kenapa dalam masalah ini kamu tidak bilang karena ada yang menumbuhkan dan ada yang mengatur jadi  tidak terjadi secara kebetulan.  Jadi dengan cara berpikir seperti itulah saya melihat adanya Tuhan.” Pak Hasan menjelaskan dengan hati-hati.

“Lagi pula banyak sekali dadalam Alquran kata – kata Apakah kamu tidak berpikir,  apakah kamu tidak berakal, demikian Alloh menjelaskan ayat-ayatnya pada kaum yang mau berpikir. Jadi banyak sekali logika yang dipakai untuk menjelaskan agar kita bisa merasakan keberadaan Tuhan selaku Pencipta alam.” Jelas pak Hasan dengan gamblang.

Tiba-tiba bel pergantian jam berbunyi, aku ucapkan terima kasih pada pak Hasan karena telah menjelaskan sesuatu yang tidak aku mengerti.

“Yang jelas Dik, sebodoh-bodoh orang kalau dia masih mau menggunakan pikirannya, masih mau menggunakan hati nuraninya pasti akan mengakui keberadaan Alloh Tuhan Pencipta Alam, kecuali jika pikiran dan hatinya telah tertutup oleh kesombongannya. Atau tertutup oleh nafsunya.” Pak Hasan meneruskan penjelasan sambil berjalan mengiringiku ke Pintu Perpustakaan.

Aku terdiam dalam hati aku berdo’a Ya Alloh  bimbinglah diriku dalam memahami agamaMu, masukan dalam hatiku benih-benih iman kepadaMu, bimbinglah pemikiranku agar dapat menerima Al Quran yang menjadi petunjuk dalam kehidupan ini. Mudah-mudahan diriku masih dapat berbuat baik disisa waktu yang telah aku buang secara percuma agar dapat membahagiakan orangtuaku, dan orang-orang disekitarku nanti.

Bandarkedungmulyo Oktober 2022

Cerpen cerpen pilihan :